BERITASATPAM | Jember — Mahasiswa Universitas Jember (Unej) melakukan unjuk rasa di kampus Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jember, di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Selasa (4/1/2022).
Mahasiswa Unej memprotes adanya intervensi Dekan Isti Fadah dalam Pemilu Raya Presiden Mahasiswa di kampus tersebut.
Dalam aksi tersebut, mahasiswa pun ingin menerobos pintu masuk kantor dekanat. Beruntung, petugas satuan pengamanan (Satpam) kampus dengan sigap mencegah para mahasiswa masuk meski terjadi saling dorong antara mahasiswa dan satpam.
Bukti rekaman pun diperdengarkan “Ada pemilihan BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) di FEB. Anu, S2 bisa memilih. Tolong teman-teman juga dianu ya untuk memilih paslon nomor 1, Chandra. Nasionalis dan komunikasinya bagus dengan FEB dan kinerjanya bagus. Tolong ya,” demikian rekaman suara itu.
Ada dua calon dalam pemilihan presiden mahasiswa FEB Unej, yakni Michael Chandra Gunawan dan Ahmad Busyro Darojatun Islam.
Wartawan berusaha meminta konfirmasi kepada Isti Fadah. Namun ditolak oleh petugas dekanat, dengan alasan mediasi dengan mahasiswa masih berlangsung. Beritajatim.com juga meminta konfirmasi via WhatsApp soal kebenaran tuduhan mahasiswa tersebut. Namun hingga berita ini ditulis, belum ada jawaban dari Isti Fadah.
Isti Fadah sempat keluar dari kantornya menemui mahasiswa. Namun dia tidak memberikan penjelasan apapun soal tuduhan intervensi itu. Ia justru mengarahkan mahasiswa untuk melakukan mediasi dengan komisi pemilihan.
“Silakan masuk, ngomong baik-baik. Ini kan hubungan antara anak dan ibu. Ayo saya tunggu komunikasi yang baik. Mungkin ini karena kebuntuan komunikasi. Mari, enam orang saya tunggu di ruangan. Ngomong sama-sama enak, sambil minum,” kata Isti Fadah sebagaimana dilansir beritajatim.com
Nelles Harlowin, salah satu mahasiswa, menilai tindakan Isti Fadah itu tidak etis. “Kami sakit hati terhadap intervensi pimpinan (kampus) terhadap proses demokrasi pemira. Pada Hari-H (pemungutan suara ada 28 Desember 2021), ada beberapa oknum pimpinan yang mengintervensi secara verbal, berbentuk pesan teks. Bu Dekan sendiri instruksinya berbentuk VN (Voice Note),” katanya.
Bahkan, lanjut Nelles, ada salah satu dosen yang menelepon salah satu mahasiswa yang mencoba mencari tahu pilihan mahasiswa tersebut. Sang mahasiswa menolak menjawab pertanyaan tersebut. Melalui pesan WhatsApp, si dosen membalas: ‘Aku ora butuh suaramu… paham sekarang?’
Nelles mengatakan ada juga dosen yang ikut berkampanye. “Padahal proses demokrasi ini pembelajaran ke mahasiswa. Seharusnya dosen tidak ikut serta dalam proses pemilihan ini,” katanya.[lian]