BERITASATPAM | Jumlah anggota Satuan Pengamanan (“Satpam”) di seluruh Indonesia diestimasikan sekitar 1.600.000 orang, di mana yang terdaftar berjumlah sekitar 500.000 orang. Di lain pihak, jumlah anggota Polri saat ini adalah sekitar 470.000 orang. Anggota Satpam dengan jumlah yang signifikan tersebut apabila dikelola dengan baik tentunya dapat membantu tugas kepolisian. Apalagi jumlah rasio polisi dan masyarakat di Indonesia belumlah ideal.
Kedudukan Satpam saat ini makin dipertegas dengan diundangkannya Perpol Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pengamanan Swakarsa (“Pam Swakarsa”) pada tanggal 5 Agustus 2020. Judul Perpol tersebut telah menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat, salah satunya adalah dari para pegiat hak asasi manusia. Terdapat ‘ketakutan’ dari para pegiat hak asasi manusia mengenai terminologi Pam Swakarsa, yang mengingatkan mereka akan kelompok sipil yang dipersenjatai di tahun 1998. Kekhawatiran tersebut tidaklah berdasar mengingat istilah Pam Swakarsa seyogyanya diartikan sebagai bentuk pengamanan yang dilakukan atas keinginan atau inisiatif sendiri. Istilah tersebut juga telah digunakan antara lain dalam UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia, Perkap Nomor 24 Tahun dan Perkap 23 Tahun 2007 tentang Satuan Keamanan Lingkungan.
Dalam Perpol ini Satpam diarahkan menjadi sebuah profesi melalui adanya uji kompetensi dan adanya jenjang kepangkatan untuk semua tingkatan baik Gada Pratama, Gada Madya dan Gada Utama. Hal mana tentunya akan memberikan dampak yang baik terhadap kinerja dan apresiasi bagi profesi Satpam, yang pada akhirnya akan meningkatkan profesionalitas Satpam.
Namun sebagai dampak atau konsekuensi dari adanya Perpol tersebut terdapat beberapa hal yang perlu menjadi perhatian: Pertama, terdapat pengaturan mengenai pergantian terhadap seragam Satpam. Warna seragam tersebut menyerupai warna seragam Polisi dengan tingkat gradasi 20 persen lebih muda dari seragam Polri. Pergantian seragam ini tentunya akan langsung terasa dampaknya di masyarakat. Penggunaan seragam yang menyerupai warna baju polisi tentunya mempunyai efek positif yaitu bersifat deterence/mencegah terjadinya kejahatan karena secara sekilas pelaku kejahatan melihat adanya sosok polisi/representasi dari polisi. Namun demikian perlu juga dikaji dampak lain dari penggunaan seragam tersebut, salah satunya dari pengalaman sebelumnya di mana pelaku aksi terorisme kerap melakukan serangan kepada kantor polisi ataupun oknum polisi. Sangat dimungkinkan apabila di kemudian hari terdapat serangan kepada anggota Satpam oleh pelaku aksi terorisme yang menganggap bahwa yang mereka serang tersebut adalah polisi. Untuk itu perlu juga dipikirkan bentuk jaminan atau asuransi lain sebagai tambahan di luar BPJS mengingat tingkat risiko yang sangat tinggi bagi profesi Satpam.
Kedua, perlu dilakukan pengawasan yang ketat dari Binmas Polri terkait penggunaan seragam baru tersebut dan pengawasan distribusi seragam tersebut mengingat sangat dimungkinkan terdapat penyalahgunaan penggunaan seragam tersebut untuk melakukan tindak kejahatan.
Ketiga, biaya yang harus dikeluarkan untuk penggantian seragam dan juga untuk mengikuti uji kompentensi. Meskipun masa transisi untuk kewajiban penggunaan seragam baru adalah satu tahun dari tanggal dikeluarkannya Perpol No.4/2020 namun dengan adanya pandemi Covid-19 tentunya akan menjadi beban tambahan bagi perusahaan BUJP dan user, demikian pula biaya untuk pendidikan dan mengikuti uji kompentensi. Terkait dengan biaya pendidikan Satpam dan biaya uji kompetensi perlu dipikirkan bersama oleh Kepolisian selaku Pembina teknis dan juga Kementerian Tenaga Kerja selaku Pembina di bidang ketenagakerjaan serta para stakeholder lain di industri keamanan mengenai skema bantuan atau support bagi para Satpam sehingga tidak memberatkan mereka untuk mengikuti pendidikan dan uji kompetensi. Sebagai contoh, yang dilakukan oleh BPJS ketenagakerjaan dengan memberikan kesempatan bagi calon Satpam/Satpam yang memenuhi syarat untuk mengikuti pendidikan Satpam dengan gratis di mana biaya keikutsertaannya ditanggung oleh BPJS.
Keempat, Pencabutan sebagian ketentuan peraturan dalam Perkap No. 24/2007 dengan hanya menyebutkan bahwa ketentuan mengenai satpam yang diatur dalam Perkap No. 24/2007 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku akan menyebabkan ketidakjelasan. Hal mana menimbulkan ketidakpastian hukum mengingat masih terdapat hal-hal lain yang belum diatur dalam Perpol No. 4/2020 dan masih akan diatur dalam Perkap/Perkaba, sebagai contoh: mengenai kurikulum pendidikan saat ini yang setahu penulis saat ini masih mengikuti ketentuan Perkap No. 24/2007 mengingat masih belum keluar peraturan yang baru. Demikian pula Janji Satpam dan penuntun Satpam yang berada dalam lampiran Perkap No. 24/2007 apakah karena terkait dengan satpam juga termasuk yang dicabut?.
Terlepas dari segala pro dan kontra yang ada, maka perlu dilakukan apresiasi kepada Baharkam Polri atas inisiasinya untuk membuat Satpam menjadi sebuah profesi dan tak lupa kita perlu berterima kasih kepada Almarhum Kapolri Bapak Awaloedin Djamin sebagai Bapak Satpam Indonesia yang telah menginisiasi pembentukan Satpam sehingga eksis dan dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas hingga saat ini. Selamat menyambut hari ulang tahun Satpam ke-40 Satpam Indonesia. Dirgahayu Satpam Indonesia. []