BERITASATPAM | Ponorogo-Pengalaman menjadi satpam beragam cerita, salah satunya satpam perempuan (Secwan) bernama Tri Suli Cahyani ini. Di awal menjadi satpam di Rumah Sakit Umum Aisiyah Ponorogo ia pernah dilempar kursi oleh preman yang mabuk.
Apakah perempuan yang akrab dipanggil Yani ini kapok? Ternyata tidak. Yani justru semakin tertantang untuk menjalankan tugasnya dengan penuh tanggungjawab. Baginya sikap perlakuan kasar itu adalah resiko di profesi pengamanan. “Saya yakin, satpam pekerjaan mulia dan bisa membantu sesama,” ungkapnya kepada Jurnal Security, Rabu (15/7/2020).
Saat itu, cerita Yani, datang lima orang berlagak seperti preman dengan keadaan mabok sedang mengantar salah satu temannya yang terjatuh dari motor. Mereka kecewa karena merasa tidak cepat ditangani hingga akhirnya membuat kegaduhan.
“Salah satu dari mereka membuat kegaduhan dengan berteriak dan berkata kasar kepada perawat dan dokter. Lalu saya samperin, saya ingatkan untuk bersabar menunggu karena memang banyak pasien di ruang IGD. Tapi mereka tidak terima malah makin brutal sampai tempat tidur pasien di tendang. Saya ingatkan sekali lagi malah berkata kasar dan tidak terima, salah satu dari mereka ambil kursi dan melemparkan ke saya, tapi saya bisa sedikit menghindar dan mengenai saya,” kenangnya.
Yani memulai menjalani profesi satpam sejak 1 Maret 2012 melalui PT Mitra Tata Kerja di RSU Aisyiyah Ponorogo Jawa Timur. Sebelumnya ia pernah bekerja sebagai kasir di salah satu swalayan di wilayah Ponorogo.
Setelah bekerja di RSU Aisiyah Ponorogo, Yani mendapatkan tugas di Universitas Muhammadiyah Ponorogo. Saat menjalankan tugas di kampus ini, ia pun punya pengalaman yang kurang mengenakkan karena diludahi orang.
Ceritanya saat ia tiba di kampus pukul 7 pagi, ada motor parkir di parkiran mobil. “Akhirnya saya umumkan dengan pengeras suara dari pukul 07.15-09 00 tapi yang punya tidak menghiraukan,” jelasnya.
Akhirnya Yani melaporkan kepada teman yang lain, lalu motor dikempesin bannya, sesuai dengan peraturan kampus saat itu. Setelah motor dikempes dan temen satpam yang lain tidak ada, Yani pun menjadi sasaran.
“Saya sudah berusaha menjelaskan. Saya sudah mencari ke sana kemari. Sudah diumumkan lewat pengeras suara tapi yang punya gak dipindah, lalu dia marah langsung meludahi saya. Setelah saya usut ternyata dia juga satpam di salah satu bank di Ponorogo,” kisah perempuan kelahiran Ponorogo 18 Mei 1989 ini.
Beberapa kali mendapat perlakuan kasar dari orang, membuat Yani tidak pantang menyerah. Hingga akhirnya, Yani menjadi satpam di pesantren Azmania Putri Ponorogo dengan sistem organik bukan lagi outsourching.
Buah dari akhlak yang ditanam selama menjalankan tugas, tetap sabar dan menjalanan profesinya. Akhirnya Yani sedikit lebih tenang karena menjadi karyawan tetap tahun 2018. “Alhamdulillah akhirnya saya bisa mendapatkan pekerjaan sebagai satpam dengan sistem organik, jadi sekarang saya sebagai karyawan tetap di Pesantren Azmania Putri Ponorogo,” tuturnya.
Jika di dua tempat ia bekerja sebelumnya diusili oleh orang jahat. Berbeda saat menjalankan tugas di pesantren, yang usil bukan lagi manusia, malah jin berwujud perempuan atau orang biasa nyebut kuntil anak.
Kejadiannya saat pesantren dalam keadaan kosong karena para santri libur karena efek pandemi covid. Saat Yani berjalan di sekitar dapur pondok, ia mendengar perempuan menangis tersedu-sedu. I apun mencari sumber suara namun tidak ada orang. Akhirnya ia ke masjid, pintu kaca yang awalnya terbuka lebar ia tutup semua.
“Setelah kira-kira 10 menitan saya di masjid tidak ada apa-apa, tiba-tiba di depan saya jarak 5 meter ada sosok berbaju putih dengan rambut ikal sebahu sedang duduk di meja. Spontan saya berteriak astagfirulloh hal azim lari sekuat tenaga, suara braaaak dengan keras saya menabrak pintu kaca sampai pusing hampir mau pingsan,” kisahnya.
“Sebagai satpam kita harus menghargai pekerjaan kita. meski sering di pandang sebelah mata. jadikan lah kejujuran dan kesabaran sebagai modal utama kita. Kesabaran dan kejujuran adalah kesederhanaan paling mewah.” [rj]